Selasa, 03 April 2012

(i'jaz/mukjizat alquran)





BAB I
  PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Di dunia yang begitu luas ini, Allah SWT menciptakan berbagai makhluk, gunung-gunung yang besar, lautan yan besar dan berombak dan samudera yang luas. Demikianlah Allah menciptakan alam semesta ini atas kuasaNya dan kepada manusia, Allah memberikan beberapa keistimewaan. Di antaranya adalah kemampuan berpikir yang digunakan untuk membukakan rahasia-rahasia unsur-unsur kekuatan yang tersembunyi di alam ini.
Begitu pula para Nabi yang di utus oleh Allah selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia terhadap pesan dan misi yang dibawa oleh Nabi. Dan mukjizat itu selalu dikaitkan dengan perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap nabi. Berdasarkan alasan di atas. Maka dari itu makalah ini membahas tentang i’jaz Al-Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apakah pengertian i’jaz Al-Qur’an?
2. Macam-macam i’jaz Al-Qur’an itu?
3. Segi-segi I’jaz Al-Qur’an?
4. Bagaimanakah unsur-unsur dari mukjizat itu?

                                               
BAB II
PEMBAHASAN


2.1.  Pengertian I’jaz/Mukjizat Al-Quran

Kata i’jaz diambil dari kata kerja ajaza-i’jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:31 yang berbunyi:
Artinya: Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayit saudaranya. Berkata Kabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah:31)

Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukzis dan bila kemampuannya melemahkan pihak umat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, dinamai ‘mukjizat’.  Tambahan ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung kata mubalaghah (superlatife).[1]
Lebih jauh lagi, Al-Qaththan mendefinisikan i’jaz dengan ”memperlihatkan kebenaran Nabi SAW atas pengakuan kerasulannya[2], dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan Al-Qur’an”. Sedangkan pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mukjizat.

Dalam hal ini mukjizat didefinisikan oleh para pakar agama islam sebagai ”suatu hal atau  peristiwa luara biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya, sebagai tantangan bagi orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi tidak melayani tantangan itu.

Sedangkan Al-Qaththan  menyimpulkan bahwa ”Mukjizat itu merupakan suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi”[3].
 Jadi menurut Hamzah mendefinisikan bahwa ”i’jaz Al-Qur’an adalah ilmu Al-Qur’an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan Al-Qur’an, sehingga dapat mengalahkan ahli-ahli Bahasa Arab, dan ahli-ahli lainnya.”

2.2  Segi-Segi I’jaz/Mukjizat Al-Qur’an

Dalam sebuah buku yang berjudul ”Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”,  hal ghaib), i’jaz tasyri’ (perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi Al-Qur’an), i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (jumlah), i’jaz i’lami (informasi), i’jaz thabi’i (fisika) dan lain sebagainya.
Karena banyaknya berbagai macam i’jaz Al-Qur’an, maka dalam hal ini akan diuraikan beberapa bagian dari macam-macam i’jaz Al-Qur’an yang disebut dalam buku ”Al-I’jazal Qur’any fi wujuhil Muktasyifah”, antara lain:
                                                                                              
1. I’jaz Balaghy (berita tentang hal-hal yang ghaib)

Sebagian ulama’ mengatakan bahwa mukjizat Al-Qur’an adalah berita ghaib, contohnya adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus: 92.
Artinya:  ”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” (QS. Yunus:92)

Berita-berita ghaib yang terdapat pada wahyu Allah SWT yakni Taurat, Injil, dan Al-Qur’an merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu Allah SWT it membuat manusia takjub, karena akal manusia tidak mampu mencapai hal-hal tersebut.




2. I’jaz Lughawy (keindahan redaksi Al-Qur’an)


Menurut Shihab, memandang segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an dalam 3 aspek, di antaranya aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. Dalam Al-Qur’an dijumpai sekian banyak contoh keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang digunakan, yaitu:
a. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya.
b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya.
c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnya.



3. I’jaz ’Ilmi (Isyarat-Isyarat Ilmiah)

Di dalam Al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, di antaranya ilmu falak, ilmu hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa takjub. Beginilah i’jaz Al-Qur’an ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan.

Menurut Quraish Shihab, banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya: [4]Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Yunus ayat 5.







Artinya :  Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus 5).


4. I’jaz Tasyri’I ( Hukum Ilahi yang Sempurna)
           
Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan santun,  undang-undang ekonomi politik, sosial masyarakat dan hukum ibadah.
Tentang akidah Al-Quran mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung; mrnyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai semua kitab samawi. Dalam bidang undang-undang, Al-Quran telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana politik, dan ekonomi.
 Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi.
 Firman Allah SWT:
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159)
Di dalam pemerintahan Islam, tasyri’i itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an telah menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu hukumnya kafir, dzalim, dan fasik.
5. Susunan Kalimat
Al-Quran, hadis qudsi, dan hadis samawi sama-sama keluar dari mulut nabi, uslub (style) atau susunan katanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al-Quran jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang lainnya. Al-Quran muncul dengan uslub yang begitu indah. Dalam uslub terkandung nilai-nilai istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan manusia.[5]
Dalam Al-Quran misalnya, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah dan memesona. Contohnya dalam surat Al-Qari’ah. Yang artinya : “ Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”. Bulu yang di hambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya.


6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa Al-quran banyak membuat orang Arab saat itu kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia masuk islam. Bahkan, Umar bin Khaththab yang mulanya memusuhi dan berusaha membunuh nabi Muhammad SAW, ternyata masuk islam dan beriman kepada kerasulan Muhammad hanya karena mendengar petikan ayat-ayat Al-Quran. Susunan Al-Quran tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apapun.[6]

Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya, sehinga membuat kagum bukan saja orang mukmin, tetapi juga orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik sering secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca kaum muslim. Kaum muslim di samping mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.[7]

2.3  Macam-Macam I’jaz/Mukjizat
Secara garis besar, mukjizat dapat di bagi  dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjijat imaterial, logis, yang dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mujizat mereka bersifat material dan indrawi dalam artian keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnnya.[8]
Sejarah perahu nabi Nuh a.s. yang mampu bertahan di atas gelombang yang sangat dahsyat atas izin Allah, tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s., tongkat nabi Musa a.s. yang berubah wujud menjadi ular, penyembuhan yang dilakukan nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain.
Ke semuanya bersifat material indrawi , sekaligus terbatas pada lokasi tempat nabi berada dan berakhir dengan wafatnya tiap-tiap nabi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW, yang sifattnya bukkan indrawi atau material, tetapi dapat di pahami akal. Karena sifatnya yang demikian tidak di batasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Quran dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan  akalnya dimanapun dan kapanpun.




2.4  Unsur-unsur mukjizat Al-Quran

Sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, bahwa segi-segi mukjizat adalah:

1.    Hal atau peristiwa yang luar biasa

Peristiwa-peristiwa alam, walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat, karena peristiwa tersebut merupakan sesuatu yang biasa, yang dimaksud dengan luar biasa. Yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan sebab akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum.

2.    Terjadi atau Dipaparkan oleh Seorang Nabi.
Apabila keluarbiasaan bukan dari seoranag Nabi, tidak dinamai mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat melainkan irhash dan keluarbiasaan yang terjadi pada seseorang yang taat dan dicintai oleh Allah SWT dinamakan karomah.
Bertitik tolak dari keyakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka jelas tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggalnya.
3.    Mengandung tantangan terhadap mereka yang meragukan nabi

Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang sejalan dengan ucapan nabi. Kalau misalnya ia berkata ”batu ini dapat berbicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa ”sang penantang berbohong” maka keluarbiasaan ini bukanlah mukjizat, tetapi Ihanah atau Istidraj.







4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

Bila yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, berarti pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu diketahui bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka, biasanya aspek kemukjizatan tiap-tiap nabi berupa hal-hal yang sesuai dengan bidang keahlian utamanya.
Al-Quran digunakan oleh nabi Muhammad SAW. Untuk menantang orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak percaya terhadap kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah (bukan ciptaan manusia) dan risalah serta ajaran yang dibawanya.































BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan

Dari kesimpulan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa i’jaz Al-Qur’an merupakan ilmu Al-Qur’an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan Al-Qur’an dan menjadikan tidak mampu atau melemahkan bagi penantangnya. Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi. Terdapat 6 macam-macam mukjizat, yaitu:
gaya bahasa, susunan kalimat, hukum ilahi yang sempurna, ketelitian redaksinya, berita tentang hal-hal yang gaib, dan isyarat-isyarat ilmiah.






























DAFTAR PUSTAKA



Anwar, Rosihon. 2000. Ilmu Tafsir.
Bandung: CV. Pustaka Setia.

Qaththan, Manna’al. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2.
Jakarta: PT. Rineka Cipta

Hamzah, Muchottob. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif.
Jogjakarta: Gama Media







[1]. M, Quraish Shihab, ‘Pengantar’, dalam Daud Al-Aththar, perspektif baru ilmu Al quran, Pustaka
    Hidayah,Bandung,1994, hlm.10.


[2] Said Agil Husain,Al-Munawar, I’jaz Al-Quran dan Metodologi Tafsir, Dimas. Semaraang,1994,
    hlm 1

[3] Manna, Al Qaththan, Mabahits Fi ‘Ulum Al-Quran. Masyurat Al-Ashr Al Hadist, ttp 1973, hlm 259.
[4] ibid., hlm. 190-191.
[5] Shubi Shalih, mabahits fi ‘ulum Al-Quran, Dar Al-Ilm li Al-Malaya, Beirut, 1988,hlm 320.
[6]Shihab, mukjizat …. Hlm. 35

[7] .  Ibid, hlm 36: bandingkan dengan Abdul Kadir ‘Atha, Azhamat Al-Qur’an,Dr Al-kutub Al-Ilmiah,
     bairut,t.t, hlm. 55.

[8] Shihab, mukjizat …, hlm 36-37. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar